2016-12-29

Perang Suriah Adalah Permulaan Perang Dunia Ketiga!Bukan Lagi Perang Melawan Diktator Atau Perang Saudara

Perang Suriah


Apa yang terjadi di Suriah bukan lagi mengenai gerakan demokrasi melawan kediktatoran, bukan juga semata-mata perang saudara antara dua kubu. Suriah telah menjadi drama perang proksi yang meluas ke negara-negara tetangganya, konsekuensinya, usaha yang mulanya semata-mata untuk menggeser Bashar al-Assad untuk menghentikan konflik di Suriah adalah strategi yang jelas gagal, karena tidak akan menyelesaikan pertikaian.

Kekacauan dengan cepat menyebar, Akibatnya, Tidak ada gencatan senjata yang berkelanjutan untuk menghentikan pertumpahan darah dan transisi ke masa depan politik yang lebih cerah bagi rakyat Suriah.

Meskipun taruhannya adalah kemanusiaan, Uni Eropa (Prancis di garis depan) dan AS telah memilih sekutu mereka dan terus mempertahankan geostrategis dan kepentingan ekonomi dengan mendorong jatuhnya rezim Suriah. Untuk mengejar tujuan ini, wacana politik yang idealis difokuskan pada pembantaian dan isu-isu kemanusiaan, sementara kepentingan yang nyata diabaikan.

Namun, dari sudut pandang yang realistis, konflik dapat dilihat sebagai perjuangan yang lebih luas antara terutama Rusia dan negara-negara Barat yang mencoba mengedepankan kepentingan nasional mereka.

Bagi barat kepentingan ini berarti mengisolasi Iran dan memperkuat aliansi strategis dan ekonomi dengan sekutu Arab seperti Qatar, yang berinvestasi di Eropa dan menawarkan energi alternatif sebagai pengganti gas Rusia.

1) Mengisolasi Iran
Salah satu pilar kebijakan luar negeri dari AS dan uni eropa adalah mengisolasi Iran karena program nuklirnya. Jatuhnya sekutu strategis Iran seperti Bashar al-Assad, akan menjadi pukulan bagi Iran dalam pertikaian melawan Eropa, Amerika Serikat dan Israel.

Memang, aliansi strategis dengan Damaskus memungkinkan Iran untuk mempertahankan "poros perlawanan" Syiah (Irak-Suriah-Lebanon dengan Hizbullah). disatu sisi, kemitraan ini memungkinkan iran untuk melawan sangsi juga isolasi yang dikenakan oleh Uni Eropa dan AS. disisi lain, mereka memungkinkan Iran untuk mempertahankan representasi otoritas yang berfungsi sebagai pengaruh yang digunakan untuk negosiasi masalah nuklir dengan kekuatan dunia. 

Representasi ototritas ini juga membantu Iran untuk melawan ancaman dari serangan Israel. Dengan pemikiran ini, mengganti Bashar al-Assad dengan otoritas yang setuju untuk mengisolasi Iran akan menyokong kepentingan Uni Eropa dan Washington, juga negara-negara Arab saingan di Teluk Persia (terutama Arab Saudi, Qatar dan Uni Emirat Arab), dan sampai batas lain Israel (tergantung pada sifat dari pemerintahan pasca-Assad).

2) Mempertahankan aliansi strategis dan ekonomi dengan sekutu Teluk Persia
Perancis menikmati kemitraan yang istimewa dengan salah satu pesaing utama Iran, yakni Qatar. Di bawah presiden Nicolas Sarkozy, Emir Hamad Ben Khalifa al-Thani adalah pemimpin Negara arab pertama yang diterima di Elysées Palace pada tahun 2007. Sekarang François Hollande terus menjaga hubungan khusus ini. 

Sejak pemilihannya, Qatar adalah negara yang paling sering diterima di Elysées, dengan kunjungan Emir pada 22 Agustus dan dua kunjungan lebih dari Perdana Menteri Hamad bin Jasem al-Thani. 

Gabungan kekuatan ekonomi ini berinvestasi miliaran di real estate, atau diperusahaan (seperti Total, Vivendi, Veolia, Lagardere, Suez, LVMH atau bahkan Bouygues dan Vinci dan juga konstruksi Jembatan Persahabatan antara Qatar dan Bahrain), dibidang olahraga (dengan pembelian klub PSG Paris, sepak bola dan bola tangan), bidang media (Al Jazeera memperoleh hak French Liga Champions) dan yang terbaru dalam proyek-proyek di pinggiran kota Paris.

Investasi yang sama juga dilakukan di Jerman di mana Qatar memegang 17 persen dari modal Volkswagen, 10 persen dari Porsche, 9 persen dari konstruksi raksasa Hochtief atau bahkan baru-baru ini 3 persen dari Siemens. 

Investasi Qatar juga penting di Britania Raya. Dengan 20 persen saham dari Bursa Efek London, Qatar adalah pemegang saham utama Barclays. 

Imarah juga telah berinvestasi besar-besaran di Olimpiade, membiayai 95 persen dari bangunan tertinggi di London (Shard) dan rumah-rumah di inggris dipasok oleh Gas Alam Cair dari Qatar hingga 59,3 persen. Akibatnya, dengan berinvestasi dan kerjasama jangka panjang Qatar menandatangani kontrak penting dengan pemerintah Eropa yang sedang dalam krisis. 

Oleh karena itu, Qatar, negara Arab pertama yang mengusulkan intervensi militer Arab memiliki pengaruh lebih maksimal untuk meningkatkan tekanan terhadap Damaskus melalui Dewan Keamanan PBB (dan juga di dunia Arab melalui al Jazeera).

3) Geopolitik gas
Namun, ada aktor utama yang tidak memungkinkan PBB untuk campur tangan secara militer, yaitu Rusia (bersama dengan Cina). Eropa memiliki kebutuhan energi gas yang signifikan dan seperempatnya datang dari Rusia. Qatar berbagi lahan gas terbesar di dunia dengan Iran, Parsi Selatan (sebutan Iran) / Dome Utara (sebutan Qatar). 

Ketegangan terjadi antara kedua negara karena Iran tidak dapat mengekstrak gas secepat Qatar, terutama karena sanksi yang dikenakan pada Iran (Tehran mengerutkan kening pada ekstraksi Qatar yang "mengosongkan" lapangan gas umum). 

Lebih dari setahun yang lalu, Iran, Irak dan Suriah menandatangani perjanjian untuk pembangunan pipa yang seharusnya mengangkut gas dari Teluk Persia ke Laut Mediterania untuk memasok Eropa. Sementara itu, Qatar mengangkut gas melalui Selat Hormuz dan karena itu bergantung pada Iran untuk ekspor  (dengan tanker LNG yang kemudian melewati Terusan Suez). 

Imarah memiliki rencana untuk membangun pipa gas melalui Arab Saudi, Yordania dan Suriah. Tapi, Bashar al-Assad memblokir proyek ini, lebih memilih untuk menandatangani perjanjian dengan sekutu Iran, tapi di atas semua, untuk melestarikan penawaran energi jangka panjang dengan Rusia. 

Akibatnya, Suriah yang berada dipusaran dan realitas geostrategis menjelaskan mengapa orang-orang Suriah telah menjadi korban perang proksi yang berdarah ini. Kepentingan geostrategis yang berbeda di Suriah menjelaskan posisi dari anggota tetap Dewan Keamanan PBB, tidak ada kesepahaman dan menemui jalan buntu.

Hal ini juga yang menjelaskan perbedaan dalam bingkai kekuatan-kekuatan dunia yang bersaing dan memajukan kepentingan nasional mereka sendiri di teater Suriah. Akibatnya, Eropa, yang sebagian besar bergantung pada raksasa Rusia untuk kebutuhan energi, memiliki kepentingan dalam mencari pesaing untuk menurunkan tagihan gas yang meninggi. 

Kita paham bahwa kekuatan Sunni bisa melindungi pipa Qatar-Saudi Arabia-Jordan-Suriah untuk membedakan sumber. Selain itu, jalan ini akan memungkinkan Eropa untuk lebih mengisolasi Iran dengan mencegah mendapatkan pasokan dari "pipa Syiah" Iran-Irak-Suriah.

0 comments:

Post a Comment